Selasa, 15 Desember 2009

Perlucutan Senjata Dan Non-Proliferasi Kimia



Perkembangan
Chemical Weapons Convention (Konvensi Senjata Kimia/KSK) merupakan suatu perjanjian internasional di bidang arms control yang melarang produksi, penimbunan dan penggunaan senjata kimia. KSK mulai berlaku (entry into force) pada tanggal 29 April 1997 dan administrasi dari implementasi KSK dilakukan oleh Organization for the Prohibition of Chemical Weapons (OPCW) yang merupakan organisasi independen dan tidak berada di bawah naungan PBB.
Per bulan Mei 2009, terdapat 188 negara yang merupakan Negara pihak dari KSK (dari 197 negara yang diakui oleh PBB). Dari 7 negara yang belum merupakan Negara pihak, 2 negara telah menandatangani tapi belum melakukan ratifikasi (Myanmar dan Israel), dan 5 negara belum menandatangani sama sekali (Angola, Korea Utara, Mesir, Somalia dan Suriah).
Pemerintah RI telah meratifikasi Konvensi Senjata Kimia (KSK) pada tanggal 30 September 1998 melalui Undang-undang No. 6/1998 dan secara resmi menjadi pihak sejak tanggal 12 Desember 1998 setelah instrumen ratifikasi KSK diserahkan kepada Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tanggal 12 November 1998. Pemerintah RI selalu turut aktif dalam setiap upaya multilateral yang ditujukan untuk menghapus keberadaan senjata pemusnah massal, termasuk pelarangan menyeluruh senjata kimia.
Pada tanggal 19 Februari 2008, DPR RI telah mengesahkan Undang-undang Implementasi KSK yang merupakan salah satu wujud kewajiban dan komitmen Pemri terhadap KSK. Pentingnya negara pihak KSK memiliki undang-undang implementasi sebagai upaya untuk confidence building measure, terhindar dari kecurigaan memproduksi senjata kimia, serta menjamin kebebasan untuk melakukan perdagangan bahan kimia yang diawasi KSK dan terhindar dari restriktif dalam rejim ad-hoc pengawasan ekspor. Dalam UU Implementasi KSK, Indonesia diantaranya telah memasukan sanksi kriminalisasi terhadap penyalahgunaan bahan-bahan kimia terdaftar.
Pada tanggal 10 Maret 2008, telah diundangkan UU No. 9 tahun 2008 tentang Penggunaan Bahan Kimia dan Larangan Penggunaan Bahan Kimia sebagai Senjata Kimia sebagai peraturan perundang-undangan implementasi nasional KSK. Indonesia juga telah menyerahkan secara resmi UU tersebut kepada OPCW sebagai notifikasi Pemri.

Posisi Indonesia

Pemerintah Indonesia menganggap KSK sebagai contoh multilaterally-agreed framework dalam perlucutan senjata pemusnah massal dan merupakan model rejim export-import control yang baik yang disetujui secara multilateral. KSK memiliki empat pilar penting yang perlu selalu berada dalam titik keseimbangan yaitu: penghancuran senjata kimia dan fasilitas produksi yang masih ada sesuai dengan timeline yang ditentukan; upaya-upaya OPCW dan negara pihak untuk selalu meningkatkan nonproliferasi senjata kimia diantaranya melalui mekanisme verifikasi; adanya bantuan dan perlindungan (cooperation and protection) dan kerjasama internasional dalam penggunaan damai ilmu pengetahuan dan teknologi kimia.
Berkaitan dengan penghancuran senjata kimia, Indonesia memandang bahwa tujuan utama dari KSK adalah penghancuran total senjata kimia khususnya kepada negara-negara pemilik senjata kimia. Oleh karenanya, Indonesia sangat khawatir apabila pelaksanaan penghancuran senjata kimia berlangsung lambat dan tidak sesuai dengan tahapan waktu yang telah ditentukan. Penghancuran senjata kimia harus selalu menjadi prioritas utama OPCW.
Pilar verifikasi, bantuan dan kerjasama internasional merupakan tiga pilar yang penting dan menjadi semakin relevan di masa depan. Indonesia tidak pernah berkeinginan untuk memiliki senjata kimia dan oleh karenanya memandang penting perlunya peningkatan kemampuan verifikasi yang dilakukan oleh OPCW bagi peningkatan confidence building measures. Selama ini Indonesia telah menerima tujuh kali verifikasi/inspeksi industri yang dilakukan oleh OPCW dengan hasil yang memuaskan.
Pilar bantuan dan kerjasama internasional adalah elemen yang penting bagi negara-negara berkembang seperti Indonesia dimana KSK memberikan jaminan kepada negara-negara pihak berkaitan dengan lalu lintas bebas perdagangan di bidang kimia, peralatan dan teknologi terkait lainnya sesuai dengan tujuan-tujuan damai dan kesejahteraan KSK. Indonesia prihatin bahwa masih terdapat pembatasan lalu lintas dimaksud dan mengharapkan terdapat usulan-usulan rencana konkrit aksi berkaitan dengan hal tersebut dari pihak Organisasi maupun Dewan Eksekutif (EC-Executive Council).


sumber:http://www.deplu.go.id/Pages/IIssueDisplay.aspx?IDP=18&l=id